Someone Like You

ini adalah cerpen pertama yang berhasil gw selesein..sebelum ini ada beberapa tapi bingung bikin endingnya.
DISCLAIMER :: This is my own story based on the true story of my friend. Do not Copy – Paste..
And the story start

**$$**

SOMEONE LIKE YOU

“Aku akan menikah Rin…dan aku mau kamu jadi pengiring pengantinku.”ucap pria itu.
Wanita yang dipanggil Rin itu hanya tertegun mendengarnya, disunggingkannya senyum meskipun hatinya terasa sakit. “Wow, selamat ya Bay, kok baru ngasih tau gue sekarang? Gue kan ga ada persiapan buat jadi pengiring pengantin” sahutnya dengan nada senormal mungkin.
“Astrid melarangku memberitahu siapapun sebelum semuanya fix, dan aku rasa sebelum semua orang tau, kamulah orang pertama yang harus tau berita ini” kata pria itu sambil memegang pundak si wanita “kamu adalah orang yang telah mempertemukan kami, meskipun itu secara tidak sengaja, jadi kami merasa kamu harus menjadi orang pertama yang mengetahui kabar ini dan menjadi pengiring Astrid.”lanjutnya.
“Jangan salahin gue ya kalo ntar gue keliatan lebih cantik dari Astrid..haha” jawab wanita itu.
“hehehe…” pria itu hanya terkekeh mendengar jawaban si wanita.

Jakarta, 14 Oktober 2011
Airin POV
“Aku akan menikah Rin…dan aku mau kamu jadi pengiring pengantinku.”
Kata-kata itu terus terngiang ditelingaku. Hatiku remuk mendengar Bayu mengatakan hal itu padaku. Aku telah sekian lama memendam cintaku pada Bayu, sahabatku, semenjak masih kelas 2 SMA, ketika kami sama-sama tergabung dalam klub teater sekolah. Dan itu sudah berlangsung selama 12tahun. Selama itu pula aku harus rela melihatnya berganti pacar entah sudah berapa kali. Dia memang tipe orang yang cepat bosan, aku tahu betul itu. Tapi aku bisa apa, Bayu hanya bilang, “Mereka sudah semakin menyusahkan, belum kawin aja udah ngatur2, gimana kalo udah kawin Rin.”. hanya itu yang selalu dia katakan saat aku menegur kebiasaanya itu.
Aku dan Bayu sudah beteman sejak SD dan baru di SMA aku menyadari bahwa rasa sayangku untuk Bayu bukan lagi sekedar rasa sayang kepada sahabat, tapi lebih. Tapi aku tak berani mengutarakannya karena aku takut dia malah akan menjauh. Setelah kupendam sekian lama ternyata ini yang kudapatkan, Bayu akan menikah dengan sahabatku di kantor yang bernama Astridia Wulansari. Aku hanya bisa menangis dikamarku, err kamar kostku maksudku. Yeah, aku tinggal dikost sejak orangtuaku memutuskan pindah ke Semarang lima yang lalu. Aku ingin tetap di Jakarta agar bisa terus bersama Bayu, selain karena pekerjaanku. Ada sedikit penyesalan, kenapa aku harus membuat Bayu bertemu dengan Astrid. Tapi setelah sekian lama kupikirkan hal ini, akhirnya aku menarik kesimpulan, aku hanya ingin kedua sahabatku itu bahagia. Meski aku harus mengorbankan perasaanku sendiri. Biarlah, asal mereka bahagia, asal mereka selalu tersenyum. Bagiku itu sudah cukup.
Malam itu aku menangis sampai tertidur. Kutumpahkan segala kesedihanku. Rasa cinta yang belum sempat tersampaikan harus kukubur dalam2. Berkali-kali kukatakan pada diri sendiri, “it’s okay Rin, you can get someone like him” untuk sekedar menghibur diri. Kupeluk erat foto Bayu dan aku yang diambil setelah pementasan teater dipesta kelulusan kami. “Gue cinta sama elo Bay, dan gue gak tahu apakah gue bisa menghapus cinta ini..”kataku sebelum akhirnya terlelap malam itu.
Keesokan harinya mataku bengkak. Tenggorokan serak dan kurasa aku agak demam. Harusnya hari ini gue nemenin Astrid fitting kebaya, kenapa malah sakit gini sih” gumamku sambil memijit pelipisku. Bayu kemarin memberitahuku bahwa hari ini Astrid ingin aku menemaninya fitting kebaya yang akan dikenakannya di pemberkatan nikah. Kata Bayu, Astrid ingin agar aku menjadi orang pertama yang melihatnya mengenakan kebaya itu. Aku hanya tersenyum, getir, menanggapi perkataan Bayu. Dan konyolnya permintaan Bayu langsung ku iyakan. Aku merasa bodoh dengan segala tingkah lakuku ini. Kutepuk-tepuk wajahku di depan cermin sambil berkata “Rin, lo pasti mampu melalui semua ini.”. Setelah itu aku segera bergegas mandi karena Astrid sudah di jalan menuju kostku.
Astrid POV
Aku masih tak percaya, bulan depan aku akan menikah dengan Mas Bayu. Laki-laki yang menjadi pacarku selama 2 tahun terakhir ini. Meskipun sebenarnya ada ganjalan yang kurasakan. Ini tentang Mbak Airin, sahabatku dan Mas Bayu, atau bisa kubilang mak comblang kami. Sepertinya ada sesuatu yang dia tutupi dariku dan Mas Bayu karena semenjak aku dan Mas Bayu pacaran, sepertinya dia agak menjauh dariku dan juga Mas Bayu. Namun setiap kali kutanyakan itu padanya, dia hanya menjawab, “Gak ah, siapa bilang? Ini buktinya gue nempel kan sama elo.”.
Mas Bayu juga begitu, dia hanya menjawab, Airin sibuk mungkin Trid,dia kan baru aja diangkat jadi manajer. Hanya itu jawaban Mas Bayu setiap kali kutanyakan perubahan sikap Mbak Airin. Akupun akhirnya diam, tak lagi bertanya pada Mbak Airin ataupun Mas Bayu. Karena kutanyakan berkali-kalipun jawabannya pasti sama, tidak berubah, hanya kalimatnya saja yang dimodifikasi. Kalian pikir aku ini anak kecil karena usiaku yang terpaut 5 tahun dari kalian, itu yang selalu ada dipikiranku setiap kali pertanyaanku ditanggapi seadanya oleh mereka.
Hari ini aku akan menjemput Mbak Airin untuk menemaniku fitting kebaya. Aku mengajak Mbak Airin bukan tanpa alasan. Dia adalah satu2nya saudara yang kumiliki. Kedua orangtuaku meninggal saat aku masih kecil sehingga aku dititipkan di panti asuhan karena aku sudah tak memiliki saudara lagi. Dan ketika aku berumur 18th, pengacara ayah datang memberi kabar bahwa tabungan dan seluruh aset ayah dan ibu sudah bisa kukelola sendiri meskipun itu hanya sebuah rumah mungil dan tabungan yang cukup untuk biaya kuliahku. Karena tak ingin terlalu tergantung pada semua peninggalan ayah dan ibu, aku memutuskan untuk bekerja paruh waktu. Disitulah aku pertama kali bertemu dengan Mbak Airin. Dia sudah menjadi supervisor di restoran tempatku melamar kerja.
Flash back
“jadi kamu ingin menjadi part timer di sini?” tanya wanita itu yang kemudian ku tahu namanya Airin Puspandari
“iya bu, saya bisa memasak dan juga bisa menyajikan makanan dengan baik. Saya juga orangnya sabar bu, saya yakin dapat melayani customer dengan baik.”. jawabku mantap.
“Lalu, apa alasan kamu ingin bekerja di sini? Bukankah kamu masih mahasiswa? Masih tingkat pertama pula.” Lanjutnya.
“Saya ingin meringankan beban orangtua bu, saya ingin kuliah dengan uang yang saya hasilkan sendiri.” Jawabku berbohong, aku tidak mau diterima kerja hanya karena kasihan. Meskipun sudah menjadi yatim piatu, gengsiku masih tinggi. Aku tidak ingin orang lain mengasihaniku.
“baiklah, bisa kamu mulai kerja sore ini? Kamu jadi waitress di shift 4, mulai jam 17.00-22.00. Sanggup menyediakan waktu jam segitu?” tanyanya kemudian.
“Sanggup bu, terima kasih banyak bu.” Jawabku sambil mengangguk mantap.
“Oke, selamat bergabung dengan Quinncy Resto, by the way, jangan panggil saya ibu, panggil saja Mbak Airin, atau Mbak Rin, seperti yang lainnya” lanjut Mbak Airin sambil menyodorkan tangannya mengajakku bersalaman.
“Oh, iya bu, eh..Mbak Airin. Terima kasih banyak.” Sahutku sambil menyambut uluran tangannya.
Sejak saat itu aku dan mbak Airin jadi dekat. Saat tahu bahwa aku anak yatim piatu, dia memarahiku dan berkata “kenapa nggak bilang waktu wawancara kemarin? Kenapa baru ngasih tau Mbak sekarang? Kau ini…”. Aku hanya tersenyum dan menjawab, “aku ga ingin orang mengasihani aku mbak. Lagi pula, sekarang aku punya Mbak Airin sebagai kakakku..hehe”. Mbak Airin hanya diam mendengar jawabanku. Dia kemudian memelukku,sambil mengusap lembut rambutku dia berkata “ iya, sekarang kamu gak sendirian lagi, kamu punya Mbak, dan kamu juga berarti punya kakak lainnya juga, soalnya Mbak akan ngenalin kamu sama keluarga Mbak. Biar kamu punya keluarga lagi.”. Aku tersenyum mendengar kata-katanya, “makasih mbak. Makasih banget.”
Tiga minggu kemudian mbak Airin mengajakku main ke rumahnya. Mbak Airin kemudian mengenalkanku pada bapak, ibu, Mas Aji dan Mas Damar, kedua adik mbak Airin. Mereka menyambutku dengan hangat seolah-olah aku adalah anak mereka yang telah lama terpisah. Setelah ngobrol dengan orangtua Mbak Airin, baru aku tahu kalau mereka dulunya adalah teman orang tuaku. Dan sekarang mereka malah menganggapku sebagai anak bungsu mereka. Senang sekali rasanya kembali memiliki keluarga.
Flashback end
Kulajukan mobilku dengan kecepatan sedang menuju kost mbak Airin yang lumayan jauh dari rumahku. Aku sudah sering mengajaknya tinggal bersamaku, tapi selalu ditolaknya. Katanya dia sudah biasa hidup sendiri, lagipula hidup di kost lebih praktis. Selalu itu yang dikatakannya. Akhirnya aku bosan memintanya untuk tinggal bersamaku. “Terserah kau sajalah Mbak, jalan pikiran Mbak Airin terlalu rumit buatku. Punya rumah, malah dikontrakan, sekarang malah kost. Apa alasanmu waktu itu? Sepi kan? Kesepian, ku ajak tinggal bersama malah menolak. Aku bingung sama jalan pikiranmu mbak.” Kataku waktu itu. Dia hanya tersenyum penuh kemenangan saat aku menyerah. “Kamu ga perlu mengerti jalan pikiranku Astrid, kamu cukup jadi adik yang baik dan gak banyak tingkah. Itu udah cukup buat mbak.” Sahutnya. Tetap saja aku masih tak mengerti. Tidak mau mengerti alasannya tepatnya. Bahkan Mas Bayu yang sudah bersahabat dengannya sejak kecilpun masih tidak mengerti jalan pikiran Mbak Airin.”Beritahu aku apa yang ada diotakmu yang rumit itu Rin. Kau terlalu sulit untuk dibaca.” Itu yang dikatakan Mas Bayu pada Mbak Airin waktu itu. Dan dia hanya tersenyum dan menggeleng. “biar ini jadi milik gue sendiri, gue ga mau ngebebani kalian. Gue harap kalian mau ngerti. Untuk hal ini, biar jadi milik gue sendiri.”itu jawaban Mbak Airin. Akhirnya kami menyerah,biarlah dia menemukan jawaban atas pencariannya sendiri, kami akan selalu ada setiap dia membutuhkan. Itu kan gunanya saudara?
Akhirnya, sampai juga aku di kostnya. Lumayan mewah sih kost itu, tapi tetap saja kan itu bukan rumah sendiri yang bisa dimodifikasi seenaknya. Harga sewanya juga tidak murah, 1juta perbulan. Sudahlah, itu sudah menjadi pilihannya. Aku kemudian turun dari mobilku. Kubuka pintu gerbang kost tersebut. Kulihat sosok yang ingin kutemui sedang duduk diteras sambil memainkan ponselnya. Dandannya tidak berubah, masih sama seperti 6tahun yang lalu. Kaos, jeans dan sneakers. Itu yang selalu dipakainya diluar kantor dan acara formal lainnya. Katanya capek harus pakai high heels tiap hari. Kusapa Mbak Airin, dia menoleh dan melambaikan tangan kemudian berlari menghampiriku.
“Lama banget sih, sampai kering aku nungguin kamu. Nih, sampai kaya keripik nih kulitku.”kata Airin sambil menunjukkan kulitnya.
“kering apaan, halus gitu. Mau pamer ya, mentang2 kulitnya lebih halus, lebih putih.”ledekku sambil memasang wajah cemberut.
“Pamer dikit, haha…. ya udah ayo, keburu siang.”jawabnya sambil setengah menyeretku ke mobil.
“tunggu deh mbak, kok matanya agak bengkak sih? Mbak lagi sakit? Kalo mbak sakit, kita tunda aja ya.” Kataku sambil menghentikan langkahnya dan mengamati matanya yang terlihat agak bengkak dan merah.
“Siapa bilang aku sakit? Cuma begadang aja semalem meriksa laporan yang harus disampaikan ke direktur senin lusa.” Jawabnya asal.
Mbak Airin memang selalu seperti itu, ada saja alasanya untuk menenangkan orang lain. Itu yang membuatku nyaman saat berbagi cerita bersamanya. Dia benar2 memposisikan diri sebagai teman dan kakak yang baik. Selalu memahamiku, meski aku tak pernah tau apa yang ada dipikirannya. Tak pernah mengeluh dan selalu optimis. Itulah Mbak Airin yang kukenal selama 6tahun ini.
Author POV
Airin dan Astrid akhirnya sampai ke butik tempat Astrid memesan kebaya yang akan dikenakannya saat pernikahan. “Kenapa ga ngajak Bayu aja sih Trid? Dia kan harusnya jadi orang pertama yang melihat calon pengantinnya memakai kebaya itu.” Tanya Airin. Astrid hanya tersenyum melihatnya, dia tahu, Airin pasti bosan melihat pakaian di butik tersebut. Airin tidak seperti Astrid yang feminin dan anggun, dia sangat tomboy, tapi meskipun tomboy, Airin tetap tahu bagaimana memposisikan dirinya di tempat dia berada.
“Mbak, sini deh,”Astrid memanggil Airin sambil melambaikan tangannya. Airin berdiri ogah-ogahan, kemudian berjalan ke arah Astrid. “Ada apa sih adikku yang cantik, yang sebentar lagi ngelangkahin kakaknya ini?”sahut Airin. Astrid tersenyum lebar sambil memamerkan kebaya yang tengah dikenakannya. “Gimana? Kurang apa lagi nih?”tanyanya. Airin tertegun, terpesona melihat sosok Astrid yang mengenakan kebaya putih dengan manik-manik silver yang sangat cantik. Dia hanya sanggup mengacungkan kedua jempolnya. “Kamu akan jadi pengantin tercantik yang pernah ada Trid” katanya kemudian.
Astrid tersenyum mendengar perkataan Airin, dia kemudian melambaikan kebaya dengan warna senada, hanya saja tampilannya lebih minimalis. “Dan ini, kebaya buat pengiringku…tada”
“Ini kebaya buat aku” tanya Airin sambil meraih kebaya yang di angsurkan Astrid padanya. “Cantiknya…jangan salahin mbak ya kalo ntar malah mbak yang dikira pengantin wanitanya..hahaha”lanjut Airin sambil menggoda Astrid. “Mbak Airin kan emang lebih cantik, aku pengen mbak kelihatan cantik banget pas di pernikahan aku nanti. Biar cepet dapet calon suami, biar cepet nyusul aku sama mas Bayu.”jawab Astrid menanggapi godaan Airin. Airin hanya memonyongkan bibirnya yang mungil kemudian menjitak pelan kepala “adik perempuannya”. Astrid terkekeh melihat reaksi gadis yang sudah dia anggap sebagai kakaknya itu. Sambil mematut diri di cermin dan sesekali berbincang dengan sang perancang kebaya, Astrid menunggu Airin keluar dari kamar ganti. Akhirnya yang ditunggupun keluar. Airin melangkahkan kakinya yang kini sudah terbungkus rapi dengan sepasang high heels cantik berwarna putih perlahan. Dia mengangkat sedikit rok panjang batik yang menjadi pasangan kebaya putihnya. Dia terus saja memonyongkan bibirnya.
“Gimana nih? Pasti keliatan konyol banget kan? Ah, aku emang ga pernah cocok make yang beginian.” Kata Airin sambil berjalan menghampiri Astrid dan si perancang busana. Astrid hanya ternganga melihat Airin yang tampak sangat cantik mengenakan setelan kebaya tersebut. “Kalau seperti ini orang bakalan salah mengira bahwa mbak yang jadi pengantin wanitanya.”puji Astrid. Airin yang dipuji malah mencibir, “Bilang aja kamu mau ngeledek aku. Mana ada aku terlihat cantik?” . Astrid hanya tersenyum menanggapi jawaban Airin. Dia kemudian menarik Airin untuk berdiri di sampingnya. “Lihat deh mbak, Mbak Airin tuh cantik, hanya saja mbak tuh ga pede sama kecantikan yang mbak miliki. Aku aja iri sebenarnya, aku cantik karena make up dan perawatan salon, sedangkan mbak, cantik alami. Sampai kapan mbak akan terus menyangkal kecantikan yang dimiliki?” kata Astrid gemas. Airin hanya terdiam. Dia hanya mematung menatap pantulan dirinya di cermin. Dia masih tidak percaya bahwa yang ada di cermin itu adalah dirinya. Oh Tuhan, ternyata aku cantik juga ya..gumamnya dalam hati. Tiba-tiba Airin tersenyum, manis sekali. “Akhirnya, thanks my Jesus sudah menyadarkan kakakku ini betapa cantiknya dirinya .” seru Astrid sambil merangkul Airin.
Jakarta, 31 Oktober 2011
Gadis itu masih sibuk berkutat dengan berkas-berkas dan sesekali mengetik dan mengamati monitor komputernya. Minggu ini akan menjadi minggu terberat yang dia alami. Dia harus kembali menata hatinya lagi setelah laki-laki yang selama ini dia cintai akan menikah dengan seorang gadis yang sudah dia anggap sebagai adiknya. Pikiran gadis itu kembali menerawang, namun secepat kilat ditepuknya pelan kedua pipinya untuk mengembalian konsentrasi pada berkas-berkas yang harus dia lengkapi untuk laporan di rapat dewan direksi besok pagi.
“Bu, mau pulang jam berapa? Ini sudah hampir jam 12malem loh.”
“Oh, kamu Fit. Saya masih harus memeriksa beberapa berkas, setengah jam lagi mungkin. ”jawab Airin
“Kalau begitu, saya pulang duluan ya bu, selamat malam.” Kata wanita yang bernama fitri itu.
Fitri adalah salah satu staf kepercayaan Airin. Dia yang selalu menemani Airin untuk lembur. Dia juga yang kadang menjadi teman curhat Airin. Kadang Airin merasa minder, karirnya melesat bak roket, tapi perjalanan cintanya nihil. Dia beberapa kali ganti pacar, tapi tak ada satupun yang berkesan di hatinya. Hatinya masih dipenuhi satu nama. Bayu Prasetya Nugraha, temannya semenjak kecil. Airin sudah mencintai Bayu sejak lama, tapi dia terlalu takut mengungkapkan cintanya, akhirnya sekarang dia menderita. Gadis kecil yang selama ini dianggapnya sebagai adik, akan menikah dengan orang yang bertahun-tahun menghiasi hari-harinya. Namun Airin tetap bersikap biasa. Dia cemburu, tapi dia tak bisa berbuat banyak. Terlebih kedua orang itu sangat disayanginya. Airin hampir berteriak frustasi. Dia menelungkupkan tangannya di meja, dan kemudian menundukkan kepalanya disana. Dia menangis, lagi. Tiba-tiba sepasang tangan mungil mengelus bahunya. “Rin, kalo lu mau nangis, jangan nangis sendirian. Gue akan selalu ada buat lo.”kata si empunya tangan itu. Airin menoleh, kemudian dipeluknya perempuan mungil yang bernama Fitri itu. Tangisnya meledak dalam pelukan Fitri. Fitri hanya bisa memeluk dan mengelus perlahan punggung Airin. Dia tahu betul kawannya ini sedang terluka. Dia tak bisa menyalahkan siapapun, tidak Airin karena ketidakmampuannya menyampaikan perasaan pada orang yang dicintai, tidak Astrid karena ketidakpekaan terhadap orang yang selama 6tahun terakhir telah dianggap sebagai adik, tidak pula pada Bayu, yang tidak menyadari bahwa sahabatnya telah memendam cinta padanya selama belasan tahun.
“Gue harus rela mereka menikah Fit, udah saatnya Astrid menemukan kasih sayang dan kebahagiaan.” Kata Airin setelah puas menumpahkan tangisnya dipelukan Fitri.
“Apapun keputusan elo, gue akan dukung Rin. Yang penting sekarang elo jangan bikin gue khawatir lagi dengan bersikap bodoh seperti ini. Kerja ga kenal waktu. Apa lo pikir dengan begitu sakit hati lo bakal hilang ha?”sahut Fitri.
Fitri yang tadinya hendak pulang kemudian mengurungkan niatnya. Dia menelepon suaminya dan berkata bahwa ada yang harus dilakukannya untuk seseorang. Suaminya paham betul siapa yang dimaksud. Ya, Bagas, suami Fitri memang mengenal Airin. Mereka adalah teman satu jurusan semasa kuliah dulu. Hanya saja Airin lebih beruntung karena dia diangkat jadi manajer sementara Fitri masih berstatus sebagai staf. Tapi Fitri tak pernah sedikitpun iri terhadap Airin. Dia malah mendukungnya dan selalu ada disamping gadis itu setiap saat. Dia tahu betul Airin hanya terlihat kokoh di luar, hatinya sebenarnya sangat rapuh. Dia juga tahu hubungan segitiga antara Airin, Astrid dan Bayu. Karena semenjak kehadiran Astrid disisi Bayu, Airin semakin menjadi-jadi. Dia memang seorang workaholic, tapi semakin menjadi sejak 3tahun lalu. Saat dimana Bayu mulai mengejar cinta Astrid yang saat itu masih jadi mahasiswa magang di kantor tempatnya dan Airin bekerja.
Fitri tahu, Airin terluka saat itu. Tapi tak pernah tampak sedikitpun kesedihan dan kepahitan diwajahnya. Dia selalu tersenyum dan ceria seperti biasanya. Dan hal itu malah membuat Fitri dan Bagas khawatir. Oleh karena itu Bagas selalu meluluskan permintaan Fitri ketika istrinya itu hendak menghibur atau sekedar menemani Airin yang kesepian di kostnya. Dia tidak ingin melihat orang yang sudah membuatnya menemukan belahan jiwanya itu menangis sendirian.
Jakarta 4 November 2011
Sepuluh hari menjelang pernikahan Astrid dan Bayu. Airin melihat kalender di kamarnya dengan perasaan campur aduk. Hatinya sakit setiap menatap tanggal 14 November, tapi sudut hatinya yang lain juga senang akan penikahan kedua sahabatnya itu. Dan hari itu ada yang lebih mengejutkannya. Dirktur memanggilnya ke ruangannya pagi tadi dan dia berkata bahwa Airin akan dipindahtugaskan ke Surabaya untuk menangani pembukaan cabang baru Quinncy Resto di sana. Airin memang merupakan salah satu pegawai senior di perusahaan jaringan restoran tersebut. dia telah mengabdi disana selama 8tahun terakhir ini. dia telah merasakan bagaimana rasanya menjadi pegawai kelas bawah sampai akhirnya dia menjabat sebagai marketing manajer sejak 2tahun terakhir ini. Tanpa pikir panjang, Airin langsung mengiyakan perintah atasannya tersebut.
Airin POV
Sepuluh hari lagi mereka menikah. Asrtid mulai disibukkan dengan segala macam persiapan pernikahannya dengan Bayu, demikian pula Bayu. Aku jarang bertemu mereka akhir-akhir ini , selain untuk membahas konsep pernikahan dan segala macam hal lainnya yang berkaitan dengan itu. Hatiku sebenarnya sakit setiap kali menghadiri rapat keluarga itu. Tapi mau bagaimana lagi, Astrid sudah kuanggap sebagai adikku sendiri dan dia tak punya keluarga lain selain aku. Jadi hanya aku tempatnya bergantung saat ini. Tentang kepindahanku ke Surabaya tanggal 15 November pun belum kukatakan pada siapapun termasuk kedua orang tuaku. Aku masih merahasiakannya, walau mungkin sekarang seluruh bagian marketing sudah mengetahuinya.
Aku memutuskan untuk menerima tawaran dari Pak Gunawan, direktur perusahaan, yang memintaku untuk mengawasi perkembangan cabang Quinncy Resto di Surabaya. Beliau berkata bahwa sejak aku menjabat sebagai manajer marketing, perusahaan berkembang dengan pesat. Selama 2tahun ini telah berhasil membuka 6cabang di Bandung dan Jakarta. Di kawasan strategis pula. Karena itu, beliau memintaku untuk terjun langsung pada pembukaan cabang di Surabaya sekaligus menjadi kepala cabang di sana. Tawaran yang menggiurkan. Aku bisa mengembangkan karirku sekaligus melupakan cinta pertamaku, Bayu, yang sebentar lagi akan menjadi adik iparku.
Aku mengeluh pelan dalam hati, jika saja aku punya keberanian untuk mengatakan padamu Bay. Tapi kukatakan sekarangpun tidak akan merubah keadaan. Dia tetap akan menikahi Astrid. Orang yang mampu menyembuhkan sifat play boy-nya.
Aku melewati malam ini nyaris tanpa memejamkan mataku. Otakku masih berputar tak menentu. Aku harus mengatakannya pada Bayu. Itu keputusan yang sudah kubuat. Bayu harus tau kalau aku mencintainya, meskipun nantinya hubungan kami akan memburuk. Aku tidak ingin pergi dengan beban.
Keesokan harinya aku sibuk mengurus berkas kepindahanku ke Surabaya. Semua staf marketing memandangku dengan gelisah. Hanya Fitri yang yang berani menghampiriku untuk menanyakan perihal kepindahanku. siang itu aku menerima SMS dari Fitri
From : Fitria
Lunch bareng? 4season?
To : Fitria
Ok. Pick me up at my office 
4 Season Resto
Tempat ini merupakan tempat favorit kami, aku, Bagas, Fitri dan teman-teman sekelas kami waktu kuliah dulu. Kami biasa makan siang di sini. Dan di sinilah aku dan Fitri sekarang. Duduk diam sambil makan dengan khusyuknya. Merasa bahwa dia yang memiliki sesuatu untuk dibicarakan, Fitripun angkat suara.
“Lo yakin pindah ke Surabaya? Pak Gun bilang Sk kepindahan lo udah siap, dan lo tau, gue yang disuruh gantiin elo. Gue ga sanggup Rin.”
“Lo pasti bisa Fit, selama ini kan elo udah biasa ngeliat gimana cara kerja gue, lo pasti bisa lebih bagus daripada gue.”sahutku
“bukan masalah itu aja Rin, tapi gimana sama Astrid dan Bayu? Apa mereka udah tau?”tanya Fitri kemudian.
“Gue pasti ngasih tau mereka kok, tapi nggak sekarang.”jawabku singkat.
Fitri mendesah. Dia gemas melihat tingkah sahabatnya itu. “Terserah lo aja deh Rin,” ujarnya kemudian “gue yakin lo bakal nemuin seseorang di luar sana yang akan mengganti posisi Bayu di hati lo. Jangan pernah tutup hati lo buat orang baru Rin” lanjut Fitri.
Airin hanya mengangguk mendengar nasehat Fitri. Aku kemudian mengalihkan pembicaraan kami. “Eh, lo udah kawin 4tahun tapi kok belom ada tanda2 pengen punya anak sih? Gue udah kebelet pengen punya ponakan dari lo tau.” Candaku. Fitri terdiam, dia kemudian tersenyum.
“Gue hamil.”bisiknya pelan
Aku membulatkan mataku yang sudah cukup bulat. “Seriusan lo Fit?”tanyaku tak percaya.
“Ini masuk bulan ke empat Rin. Makanya gue bingung. Kalo lo pindah, trus gue gantiin elo, berarti 3bulan kemudian gue cuti. Nah gimana dah tuh?”sahutnya memelas.
“ya bilang aja sama Pak Gun, dia kan pengertian Fit. Pasti dia ngasih ijinlah.”
“gue takut.”
“Gak usah takut, gue temenin kalo perlu.”jawabku.
Fitri hanya memandangku kemudian tersenyum. “Oke baby”sahutnya kemudian. Kami lalu larut dalam tawa bersama sepanjang siang itu.
Jakarta 8 November 2011
Bayu POV
Seminggu lagi aku dan Astrid akan menikah. Aku dan dia semakin disibukkan dengan segala tetek bengek persiapan yang rumit dan menguras pikiran. Saat seperti ini selalu membuatku merindukan seseornag yang selalu menemaniku di masa sulit selama bertahun-tahun. Airin. Aku merindukan sosok itu. Entah sudah berapa lama aku tidak pernah jalan dengannya lagi. Seingatku terakhir kali pergi berdua dengannya adalah saat aku memberitahunya bahwa aku akan menikah dengan Astrid. Itu berarti 3minggu yang lalu. Pantas aku merasa kehilangan sosoknya.
Kuambil ponselku dan mencoba untuk menelopnnya. Tidak ada jawaban diseberang sana. Kucoba berkali-kali, hasilnya masih sama. Hey girl, what happen with you..gumamku dalam hati. Kubulatkan tekad, aku harus bertemu dengannya malam ini juga.
Di sinilah aku sekarang, menyetir mobilku sendirian penuh tanya. What’s wrong with you my old friend? Tanyaku dalam hati. Dia tak pernah seperti ini sebelumnya. Mengacuhkan setiap teleponku dan tidak pernah mencariku lagi. Ada apa sebenarnya? Dari dulu aku sulit memahami jalan pikiran gadis itu. Dia terlalu rumit. Sulit ditebak. Tapi entah mengapa aku sangat nyaman berada di dekatnya.
Akhirnya mobilku berhenti di depan sebuah bangunan yang cukup mewah. Kost2an Airin. Aku turun dan membuka pintu depan kost tersebut. Kudapati sosok yang ingin aku temui sedang terduduk lesu di teras sambil memandang bintang.
“Rin,”bisikku pelan.
Dia menoleh, ada ekspresi terkejut diwajahnya. “Bay, ngapain ke sini?”tanyanya.
Aku tidak menjawab pertanyaannya. Kulangkahkan kakiku mendekatinya, kemudian duduk di sampingnya. Wajahnya kian kuyu, tak ada sinar ceria dimatanya. Ini bukan Airin yang kukenal selama ini.
“Aku kangen sama kamu Rin. Kamu kemana aja tiga minggu ini? Aku telepon ga diangkat, aku SMS juga ga dibalas. Kamu kenapa sih sebenarnya?”tanyaku kemudian.
Gadis itu hanya menundukkan kepalanya. Dia menghela napas panjang yang terdengar berat dan sarat beban. Kemudian setelah beberapa menit kami terdiam dalam pikiran masing-masing, Airin angkat suara. “Bay, kita ke taman deket sekolah kita dulu yuk. Aku pengen main ayunan.”
Aku menganggukkan kepala. Kami lalu berdiri dan berjalan menuju mobilku yang terparkir di luar gerbang. Hening, tak satupun dari kami buka suara. Tidak biasanya kami begini. Biasanya bagaimanapun keadaannya, kami selalu larut dalam tawa. Ada saja yang kami bicarakan. Tapi kali ini keadaan berubah drastis. Kami larut dalam pikiran masing-masing. Aku tidak tahan menghadapi perubahan sikap Airin kemudian kutepikan mobil lalu bertanya.
“Rin, kamu belum jawab pertanyaan aku tadi. Sebenarnya ada apa?”
“Gue juga bingung Bay, gue juga nggak ngerti sebenarnya ada apa.”jawab gadis itu “bisa ga kita berhentinya di taman deket sekolah aja?”lanjutnya.
Aku hanya mendesah mendengar jawabannya. “Kamu berubah Rin, aku kaya ga kenal kamu yang sekarang”kataku padanya. Dia hanya tertunduk sambil sesekali menyelipkan rambutnya yang tergerai ke belakang telinga. Tidak ada kata yang keluar dari mulutnya. “Oke kalo kamu belum bisa cerita, aku ga akan maksa lagi.”ujarku kemudian sembari kembali melajukan mobilku.
Akhirnya kami sampai di taman itu. Taman tempat kami selalu menghabiskan waktu bersama sejak SD. Tidak ada yang berubah dari taman tersebut, hanya saja sekarang tampak lebih kecil dan tertata. Ayunannya pun masih sama, hanya berganti warna dari biru menjadi merah bata. Kami melangkah menuju ayunan tersebut, lalu duduk di ayunan favorit kami masing-masing. Airin lalu mulai berayun, sambil berayun dia berkata “Bay, lo inget ga, gue pernah bilang sama lo gini ‘orang yang paling penting terkadang kehadirannya tidak disadari’? lo masih inget kan?”
“iyalah Rin, gimana bisa gue lupa, gue selalu inget hal itu. Kata-kata itu kaya mantra sakti yang lo ucapin waktu gue putus sama Tasya.”jawabku.
Airin tersenyum, dia menghentikan laju ayunannya lalu berdiri memandangi langit. “Bay, gue rasa gue juga seperti itu buat lo, ketika gue ada di samping lo, lo bahkan tidak menyadari kalo gue ada. Tapi liat sekarang, tiga minggu kita ga ketemu secara personal, lo udah bingung.”
“Aku bukannya gak menyadari kehadiran kamu Rin, hanya saja aku udah terbiasa dengan kamu. Terbiasa melakukan banyak hal denganmu.”jawabku.
Airin hanya tersenyum mendengar jawabanku. Senyum yang sulit kuartikan. Dia tak pernah tersenyum seperti itu sebelumnya. “Kita udah sama-sama sejak lahir Rin. Bahkan hampir seumur hidup kita. Makanya aku udah terbiasa dengan hadirnya kamu di hidup aku. Kamu itu pasangan jiwaku Rin, my partner in everything.” Lanjutku.
“Tapi kenapa lo ga pernah bisa ngertiin gue Bay? Selalu gue yang harus cerita, baru lo akan ngerti. Kenapa?”tanyanya. Aku hanya terdiam mendengar pertanyaannya, memang benar, selama ini aku tak pernah bisa mengartikan setiap tatapan matanya, senyumnya, bahkan kata-kata yang dia ucapkanpun kadang sulit untukku mengerti. Seperti hari ini, aku tidak mengerti sama sekali apa yang akan diucapkan gadis itu selanjutnya. Kenapa kamu terlalu sulit kupahami Rin, keluhku dalam hati.
“Gue pengen ngomong sesuatu Bay. Gue ga mau ngebohongin perasaan gue lebih lama.”kata Airin kemudian. Aku masih tak mengerti arah pembicaraan gadis itu. Dia memang sulit ditebak, tapi tidak pernah berbicara memutar seperti hari ini. Aku hanya diam, tak menjawab perkataannya. Kuhampiri dia dan kutatap wajahnya. Tiba-tiba dia memelukku. Kami memang sudah biasa saling memeluk, toh kami kan sahabat. Pelukan persahabatan dong ya namanya. Tapi tak pernah dia memelukku dengan segenap rasa seperti saat ini. Setelah beberapa detik, dia melepaskan pelukannya. Ditatapnya wajahku, “Mungkin buat lo selama ini gue cuma sahabat, tapi enggak buat gue. Rasa yang gue miliki buat lo lebih. Dan lo tau Bay, ini bukan cuma setahun atau dua tahun gue rasain. Gue udah memendam perasaan ini selama 12tahun!”
Aku ternganga mendengar pengakuan Airin. “Kenapa baru sekarang..”ucapku padanya. “Gue belom selesai, jangan dipotong dulu.”sahut gadis itu memotong kata2ku sebelum aku sempat menyelesaikannya. “Gue tau, ga seharusnya gue ngomong kaya gini menjelang pernikahan lo ma Astrid. Tapi gue udah ga sanggup Bay. Hati gue sakit tiap kali liat lo mesra2an sama mantan2 lo dulu, apa lagi sekarang sama cewek yang gue anggap sebagai adik. Gue ga rela Bay, tapi gue bisa apa. Buat lo gue ga lebih dari sekedar teman masa kecil yang selalu ada buat nemenin lo.”Airin kemudian terdiam, ada lapisan bening di matanya. Oh, Tuhan…akankah kali ini dia menangis, tanyaku dalam hati. Dia tak pernah menangis di hadapanku sebelumnya, baru kali ini kulihat dia begitu rapuh. Saking kuatnya, terkadang aku lupa dia seorang perempuan. Lapisan bening itu sekarang menjelma menjadi sungai kecil yang membanjiri wajahnya. Ingin kuraih gadis yang selalu ada untukku itu, tapi dia menepis tanganku.
“Gue Cuma mau ngasih tau lo aja, gue cinta sama lo Bay. Dan gue tulus sayang sama lo. Gue ga berharap lo juga bilang cinta sama gue, gue tau diri, udah ada Astrid di hati lo saat ini.”dia terdiam sejenak seakan merangkai kata2 yang akan diucapkannya lagi. “Gue sayang sama Astrid Bay, gue ga mau dia tersakiti karena perasaan gue. Ini perasaan gue sendiri, dan gue ga minta lo buat mempertanggungjawabkan perasaan ini. Lo udah punya hati yang harus dipertangungjawabkan, hatinya Astrid.” Airin menghela napas panjang, kemudian melanjutkan perkataannya “Gue lega Bay, akhirnya gue berani ngungkapin perasaan gue. Jagain Astrid buat gue.”
Kurengkuh gadis itu, dia hanya diam. “Maafin aku Rin, aku ga peka. Sudah selama itu kamu tersakiti karena ketidakpekaanku. Aku minta maaf Rin, aku ga bisa membalas cintamu. Tapi aku janji, persahabatan ini ga akan pernah berakhir.”kataku sambil mengusap lembut rambutnya.
Dia melepaskan diri dari pelukanku. “Udahlah Bay, ga usah dipikirin lagi. Sekarang gue udah lega, ga ada beban lagi.”ujarnya sambil tersenyum. Dia lalu mengacungkan jari kelingkingnya “Always be a friend of mine?”tanyanya
“always be a friend of yours”sahutku sambil menautkan jari kelingking kami.
Kami tertawa. Tenyata itu yang selama ini menjadi bebannya. Dia mencintaiku selama itu dan aku tidak pernah menyadarinya. Aku malah selalu bercerita tentang gadis-gadis yang mengejarku, gadis-gadis yang berhasil mencuri cintaku dan gadis-gadis yang membuatku patah hati. Dan bodohnya lagi, aku tidak tahu kalau selama ini dia selalu terluka karena sikapku ini. Oh Tuhan, sahabat macam apa aku ini. Setelah dia selesai dengan pengakuannya, ada sedikit rasa canggung yang kurasakan. Dia agak memberi jarak. Namun tetap saja ada banyak hal yang ingin kami bicarakan sambil mengenang masa kanak-kanak kami. Kami berbincang di taman itu sampai hampir tengah malam. Sebelum pulang, dia bercerita kalau setelah pernikahanku dan Astrid, dia akan pindah ke Surabaya. Ada pembukaan cabang baru di sana dan dia yang dipercaya untuk mengawasinya.
“Tenang aja, ini bukan karena gue mau lari dari lo ma Astrid. Ini murni untuk karir gue.”kata Airin melihat tanya di mataku.
“iya, aku tau.”jawabku sambil tersenyum dan mengacak rambutnya.
Aku mengantarnya pulang, kupeluk dia sebelum masuk ke kostan. Jujur, aku merasa bersalah telah membiarkannya menanggung sakit sendirian selama ini.
“Gue baik-baik aja, pulang gih. Istirahat. Jangan sampe pas kawinan ntar lo malah sakit.”katanya.
Aku tersenyum, lalu kulambaikan tangan. Setelah dia masuk, ku lajukan mobilku menuju rumah. Betapa hebatnya gadis itu menyimpan semua beban. Bahkan aku yang hampir selalu di sampingnya tak pernah tahu isi hatinya.
Jakarta 12 November 2011
Tiga hari menjelang pernikahan, Astrid dan Bayu semakin disibukkan dengan segala macam persiapan. Mulai dari dekorasi, persiapan pemberkatan nikah, dan lain sebagainya. Untuk membantu persiapan, keluarga Airin yang ada di Semarang sudah berkumpul di rumah Astrid sejak kemarin. Astrid juga sudah mulai mengambil cuti untuk persiapan pernikahannya. Semuanya sibuk, suasana rumah Astrid yang biasanya sepi kini ramainya minta ampun. Ayah, ibu, Aji dan istrinya Vini serta si kecil Abigail, dan Damar serta istrinya Gadis dan tentu saja Airin sudah 2hari terakhir ini menemani Astrid mempersiapkan segala keperluan pernikahannya. Ibu bahkan menjahit sendiri gaun yang akan dikenakan Astrid untuk resepsi. Katanya sih, kan ini mantu anak perempuan yang pertama, harus istimewa, nah, yang paling istimewa nanti kalau si sulung yang keranjingan kerja itu nikah. Airin hanya tersenyum mendengar kata2 ibunya. Sambil memeluk ibunya dari belakang dia berkata “Masih lama bu, wong sekarang aku aja ndak punya pacar.”.
“Mbak sih terlalu gila kerja. Coba deh sekali-kali dateng ke acara kencan buta, atau mau tak siapin blind date?” tanya Gadis
“Iya, bener tuh Dis. Kalo Mbak Rin mau, biar aku sama Gadis yg nyariin buat mbak. Piye mbak? Ndak apa2 toh?”sambung Vini.
Lagi-lagi Airin hanya mengulas senyum. Dia mengibaskan tangannya dan berujar “Kalo aku belom kawin juga sampai umur 32, golekno aku calon bojo..hehe”
“Jan, mbak, seriusan ini aku. Mbak mau nunggu sampe kapan?”tanya Vini gemas.
“Sudah Vin, nanti kalo udah mentok dia larinya juga ke kita kok.”sahut Aji menengahi.
“Nah, itu dengerin suamimu nduk.”sambar Airin sambil melenggang ke dapur.
Malam itu rumah benar2 terasa ramai. Banyak teman dan kerabat yang datang bergantian. Astrid merasa benar-benar memiliki keluarga, terlebih karena keluarga Airin sudah menganggapnya sebagai anak bungsu. Saat dia sendirian dikamarnya, dia menangis sambil memeluk foto kedua orangtuanya. “Bapak, ibu, tiga hari lagi aku menikah. Seandainya saja bapak dan ibu masih hidup, pasti kebahagiaanku akan semakin lengkap.”gumamnya disela-sela tangis. Ibu Airin kemudian masuk kamar Astrid. Melihat gadis itu menangis sambil memeluk foto kedua orang tuanya, tentu saja membuat Lanny, ibunya Airin, trenyuh. Dihampirinya gadis itu dan dirangkulnya. “Nduk, kalau mau menangis, menangislah, jangan ditahan lagi. Ibu tahu kesedihanmu. Ibu juga pernah mengalami apa yang kamu alami sekarang. Tapi kamu harus ingat, calon manten ndak boleh sedih. Nanti cantiknya hilang.”
Asrtid menagis sejadi-jadinya dalam pelukan Lanny, ditumpahkannya segala kerinduan akan kedua orang tuanya pada wanita itu. Lanny hanya mampu memeluknya dengan penuh cinta, kemudian dia berbisik pelan “Meski bapak dan ibumu tidak bisa mendampingi kamu, kamu masih punya bu dhe sama pak dhe. Dan satu lagi yang harus kamu ingat, bapak dan ibumu pasti mendoakanmu dari sana. Mereka tidak pernah pergi dari hatimu nduk.”. Astrid menghapus air mata yang masih saja terus mengalir itu, lalu dijawabnya perkataan Lanny. “Iya bu dhe, Astrid percaya bapak sama ibu pasti selalu menjaga dan mendoakan Astrid dari sana. Makasih ya bu dhe, sudah menjadi sosok ibu yang selama ini Astrid butuhkan. Astrid sayang sama budhe, pak dhe dan mas mbak semua.”. Mereka kemudian berpelukan. Dari luar kamar, ada enam pasang mata yang mengawasi kejadian mengharukan tersebut. Air mata mereka meleleh melihat kejadian di dalam kamar tersebut. Trenyuh, mendapati si calon pengantin wanita yang merindukan kehadiran orang tuanya.
Akhirnya hari yang dinantikan itupun tiba. Senin 14 November 2011, bertepatan dengan ulang tahun Airin yang ke 28, Bayu dan Astrid akan mengikat perjanjian untuk sehidup semati di hadapan Tuhan dan keluarga. Mereka berdua sengaja memilih tanggal tersebut untuk selalu mengenang Airin yang telah menjadi sandaran keduanya selama ini. Airin tentu saja hanya bisa tersenyum pahit mendengar alasan klise mereka. Tak tahukah kalian itu malah akan semakin membuatku sakit, bisik Airin pelan dalam hati.
Airin POV
Hari ini mereka menikah. Dan hari ini pula aku melewati ulang tahun paling kelabu dalam hidupku. Aku harus tetap tersenyum karena aku tak ingin merusak momen bahagia dua orang yang kusayangi. Biarlah saat ini aku terluka sendirian, asalkan mereka berdua bisa bahagia. Cukuplah aku saja yang mengorbankan hatiku.
Aku masih dikamar rias saat tiba-tiba sepasang manusia menghampiriku. Fitri dan Bagas. Mereka menatapku penuh arti. Banyak rasa yang terbaca melalui mata keduanya. Aku merasa ditelanjangi oleh tatapan mereka. Hanya kepada mereka berdualah selama ini ku tumpahkan segala sakitku. Kupeluk wanita mungil itu sambil mengangis tertahan. Dia hanya mengelus pelan punggungku, seakan takut sentuhannya sanggup membuatku hancur. Hanya mereka berdua yang tahu, betapa rapuhnya aku. Airin Puspandari, Manajer Marketing sebuah restoran ternama yang semasa kuliah menyandang gelar Ice Princess, karena keangkuhannya kepada setiap laki-laki yang mendekatinya, ternyata hanyalah gadis yang mudah terluka dan sangat rapuh.
Puas menumpahkan segalanya dalam pelukan Fitri, aku berucap, “Gue pasti bisa. Thanks udah ngertiin gue selama ini. Kalian yang terbaik.”
Mereka berdua hanya tersenyum dan menganggukan kepala. Fitri kemudian berujar, “Lo tau kan kemana harus mencari saat butuh seseorang yang bisa mendengar semua cerita lo? Lo pasti nemuin seseorang yang lebih dari Bayu Rin, yang bisa memahami lo sepenuhnya.”
Aku hanya tersenyum mendengar ucapannya. Kemudian dia kembali berkata, “Sini gue rapiin make up lo. Lo sih pake nangis segala, luntur deh itu maskaranya.”
Aku tergelak mendengar ucapannya. Tak sampai lima menit, Fitri sudah bisa memperbaiki make up ku yang berantakan. “Nah, gini kan cantik…hahaha”ucapnya.
Author POV
Gereja kecil itu sudah mulai dipenuhi orang-orang yang akan menjadi saksi pernikahan Astrid dan Bayu. Lanny dan anak-anaknya serta cucunya sudah duduk dibarisan paling depan. Andi, suaminya masih ada di ruang pengantin wanita bersama Astrid dan Airin. Sementara itu Bayu sudah menunggu di depan altar dengan hati yang berdebar. Yang ditunggupun akhirnya tiba. Airin masuk ke dalam gereja membuka jalan bagi si pengantin wanita yang digandeng oleh ayahnya. Astrid kemudian memasuki gedung gereja dengan langkah pelan dan hati berdebar. Digenggamnya erat lengan laki-laki di sampingnya. Laki-laki itu memengang lembut jemari Astrid memberikan penguatan, lalu diberikannya tangan gadis itu kepada lelaki yang menunggunya di depan altar.
Janji suci pernikahan itu kemudian diucapkan oleh keduanya. Semua menangis haru melihat kebahagiaan kedua anak manusia yang telah berhasil menemukan pendamping hidup. Hanya Airin yang melihat kedua orang di depan altar tersebut dengan berbagai rasa yang bergumul dihatinya. Sedih, kecewa, tapi juga bahagia melihat kedua orang tersebut. Tiba-tiba ada sepasang tangan mungil menggenggam tangannya. Dia terkejut kemudian menoleh ke arah si pemilik tangan. Fitri, si pemilik tangan mungil tersebut, memandangnya. Tatapan matanya memberikan Airin penguatan. Airin tersenyum, kemudian melalui matanya dia ucapkan aku baik-baik saja.
Selepas pemberkatan nikah yang penuh haru, pesta megah untuk merayakan pernikahan Astid dan Bayu pun digelar. Kerabat dan teman sejawat mereka datang untuk memberikan ucapan selamat dan doa. Semua bahagia, demikian pula halnya dengan Airin. Ini adalah hari terakhirnya berkumpul bersama semua keluarga dan teman di Jakarta, karena mulai besok pagi dia harus terbang ke Surabaya untuk bekerja dan menyembuhkan luka dihatinya.
Kemudian keesokan harinya, saat semua masih lelah dan ingin kembali terlelap, Airin sudah bersiap untuk ke bandara. Pesawatnya akan berangkat pukul 10.15 WIB, itu berarti masih ada waktu 3jam lagi. Dia sudah berpamitan kepada orang tuanya dua hari yang lalu, begitupun dengan adik-adiknya. Kini dia tengah menunggu taksi yang akan membawanya menuju bandara. Dia sengaja tidak ingin diantar oleh siapapun. Padahal Bayu, Aji, Damar dan Bagas sudah berkeras ingin mengantarnya ke bandara. Tapi ditolaknya. Dia ingin sendirian. Akhirnya ke-4 laki-laki itu mengalah.
Akhrirnya taksi yang di tunggupun datang, semua keluarganya termasuk Astrid dan Bayu sudah bersiap di depan rumah. Dipeluknya satu-satu mulai dari ayah, ibu, Aji, Damar, Vini, Gadis, keponakan kecilnya, Astrid kemudian Bayu. Kepada Bayu, Airin membisikkan sesuatu “Gue bukan lari, tapi mencari apa yang gue butuhin. Gue titip Astrid. Kalo sampe gue denger dia nangis gara-gara elo, gue yang akan bikin elo mati.”. Bayu hanya terkekeh mendengarnya. “Jaga diri kamu baik-baik, pastikan saat kita ketemu lagi, kamu udah bisa nyembuhin luka dihatimu.” Sahut Bayu pelan ke telinga Airin.
Airin kemudian masuk ke dalam taksi yang akan membawanya ke bandara, pergi menjauh untuk sementara dari semua kenangannya bersama Bayu.
15 November 2011, Kedatangan domestik Bandara Juanda Surabaya
Airin berjalan menyeret kopernya sambil sibuk memasang earphone ditelinganya. Dia tidak menyadari jaketnya terjatuh dan terus saja berjalan mencari orang yang sudah ditugaskan perusahaan untuk menjemputnya. Tiba-tiba ada yang menepuk pundaknya. Dia menoleh. Diturunkannya sun glasses yang bertengger manis diwajahnya. Dia terpana melihat laki-laki yang menepuk pundaknya.
“Mbak, ini tadi jaketnya jatuh.” Kata laki-laki itu sambil tersenyum hangat.
Airin terpana melihat senyumnya, kemudian menerima jaket itu dan berkata “Terima kasih.”
“Sama-sama, lain kali hati-hati ya, untung ini Cuma jaket yang jatuh. Oh iya , perkenalkan saya Rizal.” Kata laki-laki yang bernama Rizal itu sambil mengulurkan tangan.
“Airin.” Sahut Airin sambil menyambut uluran tangan Rizal.
Setelah berjabat tangan, Rizal kemudian berlalu sambil melambaikan tangan dan tersenyum. Airin membalas lambaian tangan tersebut dan kembali berjalan. Kemudian dihampirinya laki-laki yang membawa papan nama bertuliskan namanya. Tak lama kemudian laki-laki tersebut mengangkat satu papan nama lain bertuliskan nama Rizal, Quinncy Resto Semarang. Airin hanya mengernyitkan dahinya, karena ia baru saja bertemu dengan laki-laki bernama Rizal, dan sekarang orang yang menjemputnya juga menjemput orang lain yang bernama Rizal. Suatu kebetulan bukan?
Tak sabar kemudian ditanyainya laki-laki yang menjemputnya tersebut, Marno namanya. “Pak No, Rizal yang bapak jemput juga itu siapa?”
“Orang yang akan mendampingi Bu Airin untuk mengelola cabang yang di Surabaya ini.”jawab pak Marno.
Airin hanya tersenyum, dia lalu duduk dikursi yang tak jauh dari tempat Pak Marno menunggu orang yang bernama Rizal itu. Karena kelelahan, dia terlelap sesaat. Kemudian ada yang mengguncang bahunya sambil berkata ”Bu, mari saya antarkan ke hotel, Pak Rizalnya sudah tiba.”
Airin membuka mata, menyadari dirinya terlelap, dia kemudian menganggukan kepalanya menanggapi perkataan Pak Marno. Dilihatnya seseorang yang berdiri di belakang Pak Marno sambil tersenyum. Dia tak asing melihat wajah itu. Mulutnya ternganga, “Rizal??”tanyanya.
Pria itu tersenyum dan berkata, “Hai, ternyata kita bertemu lagi. Mohon kerja samanya ya.”
Astrid hanya tersenyum, dalam hati dia berkata “Bay, belum juga satu hari aku di Surabaya aku sudah menemukan someone like you..”

TAMAT

Hello world!

Welcome to WordPress.com. After you read this, you should delete and write your own post, with a new title above. Or hit Add New on the left (of the admin dashboard) to start a fresh post.

Here are some suggestions for your first post.

  1. You can find new ideas for what to blog about by reading the Daily Post.
  2. Add PressThis to your browser. It creates a new blog post for you about any interesting  page you read on the web.
  3. Make some changes to this page, and then hit preview on the right. You can always preview any post or edit it before you share it to the world.