STUCK

AU|ROMANCE|PG-13|LEE JINKI|KIM JUNGHEE|KIM GWIBOON|759w|
Dia mengingatkanku pada Junghee.

Kuraih ponsel ogah-ogahan, ada pesan masuk yang aku yakin pasti dari teman magang yang juga merupakan teman sepanjang masa yang kumiliki.
From : Lee Joon
Yo man! Jangan lupa lusa jam 2 siang.

“Oh crap!” umpatku pelan sambil menutupi mata dengan salah satu lengan. Aku hampir saja melupakan janji dengan Joon. Magang di salah satu biro iklan ternama benar-benar menguras energiku akhir-akhir ini sehingga jadi sedikit pelupa. Bahkan setelah tadi saat makan siang Joon sudah mengingatkanku pun aku masih dengan mudahnya lupa.
Double date. Aku tahu betul sahabatku itu tidak tahan melihatku selalu terlihat kesepian apalagi saat akhir minggu. Aku sudah terlalu terbiasa melakukan segala hal sendiri termasuk nonton di bioskop, tapi Joon tidak mau mengerti. Mungkin saja karena beberapa tahun belakangan aku selalu bangun dengan lingkaran hitam bak panda disekitar mataku yang dinilainya sudah kelewat batas. Salahkan gadis sialan itu, kenapa dia tiba-tiba saja raib bak ditelan bumi. Entah sudah berapa kali Joon mengajak tapi selalu kutolak. Kali ini aku tak tega menolak karena Joon memintaku dengan wajah memelas. Bahkan setelah aku berkata “Ayolah Joon, jangan tunjukkan wajah seperti itu. Aku tidak akan menciummu meski kau memaksa!” ekspresi wajah Joon tetap tidak berubah. Akhirnya aku mengalah.
“Oke, kali ini saja.” Ucapku final yang disambut dengan senyum super lebar Joon.
Di sinilah aku sekarang setelah dengan berat hati merelakan tidur siang yang berharga di hari Minggu, duduk seperti satpam pribadi Joon dan Hyuna. Gadis yang diceritakan Hyuna belum juga datang dan aku sudah mulai bosan. Mataku hampir terpejam ketika tiba-tiba terdengar langkah tergesa dari belakang.
“Maaf terlambat, aku harus mengantar pesanan ke tempat pelanggan tadi.” Katanya begitu dia duduk di hadapanku. Aku hanya tersenyum sopan sambil mengamati gadis di depanku seksama. Wajahnya terlihat manis dengan rona merah muda di pipinya. Bibir mungil nan tipis yang dipulas dengan warna peach menambah kesegaran yang terpancar darinya. Belum lagi aroma manis vanila yang menguar darinya. Tanpa sadar aku kembali teringat pada sosok yang selalu mengganggu ketentraman malamku beberapa tahun belakangan. Gadis yang tanpa sepatah katapun pergi begitu saja dari hidupku, Kim Junghee.
Namanya Gwiboon, Kim Gwiboon. Seorang mahasiswa fashion design tingkat akhir, satu tingkat di atas Hyuna, yang sedang mulai merintis bisnis fashion kecil-kecilan bersama beberapa temannya. Orangnya menarik, sama seperti Junghee. Sense of fashion-nya juga bagus, tentu saja dia kan mahasiswa fashion design. Sayangnya kehadirannya justru membuatku semakin teringat akan sosok Junghee yang entah kenapa sangat mirip dengan Gwiboon.
Mereka asyik mengobrol bertiga membicarakan banyak hal, sementara aku hanya tersenyum dan menanggapi ala kadarnya. Bukan karena tidak suka pada Gwiboon, tapi semakin melihatnya, semakin mendengar suaranya dia semakin tampak seperti Kim Junghee. Oh kutuklah aku semaumu, tapi semua yang ada padanya membuatku teringat pada Kim Junghee.
“Jinki-ssi, apa yang sedang menarik perhatianmu akhir-akhir ini?” dia tiba-tiba bertanya padaku.
“Musikal, aku suka menonton pertunjukan musikal.” Kujawab sekenanya. Hal terakhir yang kulakukan bersama Junghee, menonton musikal. Dia tersenyum kecil sambil menyelipkan sejumput rambut ikal kemerahannya ke belakang telinga. Ada 3 piercing di telinga kiri dan 2 di kanan. Milik Junghee juga sama, oh crap!
“Aku juga. Oh iya, musikal Zorro sudah mulai lagi sejak minggu lalu. Kau sudah menontonnya? Aku suka sekali Zorro.” Katanya antusias. Zorro, pahlawan bertopeng yang ahli memainkan pedang. Idola Junghee sejak sekolah menengah yang membuatnya mati-matian ingin tampil seperti Catherine Zeta Jones, versi pendek tentu saja lantaran tingginya tak lebih dari 160 cm. Tanpa sadar aku sudah menggumamkan kata belum sebagai jawaban. Kau adalah lelaki jahat, Lee Jinki. Bagaimana bisa kau memikirkan Kim Junghee sementara di hadapanmu ada Kim Gwiboon, gadis nyaris sempurna yang mencoba segala cara untuk bisa lebih mengenalmu?
Hampir satu jam berlalu dan sepertinya aku sudah terlalu kenyang dengan segala kenangan yang melintas begitu saja setiap kali menatap Gwiboon. Maafkan lelaki brengsek ini, Gwiboon-ssi.
Tidak sengaja aku menatap keluar kafe. Di seberang kafe ada toko roti langgananku dan Junghee sejak SD dan aku menangkap sosoknya tengah memasuki toko. Mungkin aku sedang berhalusinasi, tapi jelas itu adalah Kim Junghee. Tubuh mungil yang dibalut dress selutut warna pastel lembut dan cardigan putih serta flat shoes dengan warna senada. Rambut ikal hitamnya tergerai menutup sebagian punggung. Aku yakin itu Junghee meskipun hanya melihatnya dari belakang. Itu pakaian yang sama dengan yang dikenakannya saat terakhir kali kami bertemu tiga tahun lalu sebelum akhirnya dia menghilang.
Aku segera berdiri dan menggumamkan kata maaf dan permisi lalu berlari ke toko roti seberang. Kuabaikan teriakan Joon dan Hyuna yang mencoba menghentikanku. Maafkan aku Joon, aku tahu kau pasti marah tapi simpan saja umpatanmu untukku nanti. Saat ini aku harus memastikan kalau itu benar-benar Kim Junghee agar aku bisa kembali tidur nyenyak nanti malam.

FIN

I Love You. You Know It Right?

|Romance|Shoujo-ai|991w|

Rei mendengus kesal sambil berkali-kali melirik jam yang melingkari pergelangan tangan kirinya. Sudah hampir dua jam dia menunggu di depan salah satu mini market franchise kenamaan, tapi orang yang ditunggunya belum juga datang. Kakinya bergerak gelisah tak mau diam. Dengan gusar diambilnya kaleng bir di hadapannya dan segera menghabiskan isinya yang tinggal setengah. Ponselnya bergetar pelan, sebuah pesan masuk dari gadis yang membuatnya menunggu.
From : Maya
Sorry Rei, gue nggak bisa dateng. Ethan minta gue buat nemenin dia nyari perlengkapan buat KKN dia. Sorry banget ya Rei.
Shit!” Umpatnya pelan. Dari tadi teleponnya diabaikan dan membuatnya menunggu seperti orang gila di depan minimarket, eh akhirnya dia membatalkan janjinya begitu saja. Siapa sih orang waras yang tidak kesaldiperlakukan seperti itu? Rei mendengus kesal dan kembali membuka kaleng bir yang masih tersisa di depannya. Ethan, lagi-lagi lelaki itu. Ini bukan pertama kalinya Maya membatalkan janjinya demi Ethan. Gadis itu memang lebih dulu mengenal Ethan dibandingkan dirinya, bahkan mungkin hampir selama hidupnya ini Maya telah mengenal lelaki itu. Memikirkan hal ini membuat Rei bertambah kesal. Entah kenapa akhir-akhir ini dia selalu kesal setiap kali Maya mulai membicarakan Ethan, terlebih jika dia melihat Maya mulai bersikap manja kepadanya. Bukannya dia tidak memahami situasinya, tapi dia tidak bisa mengontrol dirinya agar tidak merasa kesal.
Entah sejak kapan dia mulai merasa kesal tiap kali Maya bersama Ethan. Dia juga tidak tahu sejak kapan dia mulai merasa seperti ada ribuan kupu-kupu beterbangan di perutnya saat bersama Maya. Bukan hanya itu, sepertinya dia juga butuh segera konsultasi ke dokter spesialis kardiologi lantaran jantungnya sering kali berdetak melebihi kapasitas normalnya tiap kali melihat Maya tersenyum atau tanpa sengaja tubuh mereka bersentuhan. Konyol memang, tapi ini yang selalu terjadi saat dia bersama Maya belakangan. Dalam delapan belas tahun hidupnya, baru kali ini dia merasakan hal ini. Apakah dia sudah jatuh cinta?
Sebuah mobil SUV berhenti di halaman mini market tepat di sebelah motor sport Rei. Dia mengernyitkan dahi. Ini mobil Ethan, dia hapal betul nomor plat mobilnya. Benar saja, Ethan kemudian keluar dari mobil. Rei sudah memasang wajah masam siap-siap bertambah kesal, tapi dia kemudian terlonggong saat gadis yang keluar dari sebelah kursi pengemudi bukan Maya. Ethan yang melihat Rei langsung menghampirinya.
“Kok lu nggak sama Maya?” tanya mereka bersamaan. Ethan kemudian terkekeh dan mengacak pelan puncak kepala Rei. Selalu seperti ini setiap kali mereka bertemu.
“Tadi Maya telepon gue, katanya dia nggak bisa nemenin gue soalnya elu ulang tahun. Makanya gue akhirnya pergi sama cewek gue.” Kata Ethan menjawab tanya dan wajah penasaran Rei. Mendengar jawaban Ethan, Rei hanya mengangguk dan kemudian meraih kaleng birnya lagi. Ethan kemudian menyambar kaleng bir itu sebelum sempat diteguk isinya.
“Anak SMA jaman sekarang bandel ya. Berani colongan minum bir.”
Rei hanya mendengus kesal kemudian beranjak dari kursinya. Terus di tempat itu sepertinya juga percuma.
“Gue balik dulu.” Ucap Rei sambil berlalu. Ethan meraih pergelangan tangan Rei untuk menghentikannya sejenak. Gadis berambut sebahu itu kemudian menghentikan langkahnya dan menatap Ethan penuh tanya. Lelaki itu bukannya menjawab, dia malah mengeluarkan tiga lembar uang seratus ribuan dan diangsurkan ke tangan Rei.
“Gue nggak tau kalau lu ulang tahun. Anggap aja ini kado dari gue.” Ucapnya kemudian. Rei tersenyum dan segera memasukkannya ke saku jinsnya.
Thanks ya Kak.” Gadis itu kemudian berlalu menuju motor sportnya. “Hey, sejak kapan lu manggil gue kakak?” seru Ethan. “Sejak hari ini mungkin.” Jawab Rei sebelum akhirnya menghilang dibarengi deru motornya.
Rei melajukan motornya dengan kecepatan penuh. Tak dia hiraukan makian pengendara lainnya saat dia dengan cepat mendahului laju kendaraan di depannya. Dia kesal dan butuh tidur, tapi setidaknya dia lega karena ternyata Ethan sudah punya pacar dan itu bukan Maya.
Tidak sampai setengah jam Rei sudah tiba di asrama sekolah. Buru-buru dia naik ke lantai tiga menuju kamar paling ujung di sebelah kanan lorong. Sudah hampir tiga tahun ini dia menghuni kamar itu bersama Maya sejak pertama kali dia masuk sebagai siswa di sekolah khusus perempuan ini. Dengan malas Rei membuka kunci pintu. Tak disangkanya ternyata Maya sudah menunggu di dalam. Gadis itu menyambutnya dengan senyum paling manis yang pernah dia lihat.
“Selamat datang!” gadis mungil berambut ikal itu merentangkan tangannya.
Rei hanya diam tak bersuara. She feel so dumbfounded right now. Dia benar-benar tidak menyangka kalau Maya menyiapkan kejutan kecil di kamar mereka.Rei menutup pintu di belakangnya dan mengikuti Maya duduk di lantai yang sudah dilapisi karpet berwarna biru pastel. Di atas meja kecil yang biasa mereka gunakan untuk meletakkan laptop sudah bertengger black forest mini dengan lilin berbentuk angka 18 diatasnya.
“Selamat ulang tahun Rei.” Bisik Maya tepat di telinga Rei yang tentu saja membuat jantungnya jumpalitan.
“Hemm, thanks.” Jawabnya singkat sembari berusaha menetralkan detak jantungnya. “Kenapa kamu repot-repot nyiapin ini?” tanya Rei sambil menolehkan kepala ke arah Maya. Gadis itu hanya diam menyadari posisi duduk mereka yang terlalu dekat sampai ujung hidung mereka bersentuhan. Keduanya kemudian memalingkan wajah. Sama-sama merasa malu dan canggung.
“Eumm..yang barusan sorry.” Kata Rei canggung. “Hemm, nggak apa-apa.” Sahut Maya lirih.
“Sebenarnya aku…aku suka sama kamu May.” Kata Rei lagi. Maya yang sebelumnya menunduk kini mendongakkan kepalanya menatap Rei. Dia kemudian tersenyum dan menjawab, “Aku juga suka kok sama Rei.”
Rei terlihat kikuk dengan jawaban tak terduga Maya, tapi dia kemudian menjelaskan lagi maksudnya.
“Aku suka kamu May. Suka yang gimana ya? Yah, kamu tau kan? Suka yang itu…eum, cinta?”
Lagi-lagi Maya hanya terkikik geli melihat ekspresi kebingungan di wajah Rei. “Iya, aku juga suka sama Rei. Suka dengan cara yang sama kaya Rei suka ke Maya.”
Rei masih terlihat bingung. She’s so clueless dengan apa yang baru saja diucapkan Maya. Dengan gemas Maya kemudian menangkup wajah Rei dengan kedua tangannya dan kemudian mengecup pelan bibir gadis itu.
“Maya juga cinta sama Rei.” Ucap Maya lembut. “Jangan tanya sejak kapan, karena Maya juga nggak tau. Yang jelas, Cuma di dekat Rei, Maya ngerasain seperti ada ribuan kupu-kupu terbang di perut Maya.” Lanjutnya. Rei kemudian tersenyum dan meraih gadis di depannya ke dalam pelukan.
“Nggak peduli apa kata orang, asal kita bahagia itu udah cukup.”

If One Day

379 w | Hurt | Comfort | Romance | Shoujo-ai |

“Kalau kamu memang tidak yakin, seharusnya dari awal kamu tidak usah datang.” Kata Rei datar dan tenang. Terlalu tenang malah. Ini membuat Maya was-was. Rei tidak pernah setenang ini. Dia selalu ekspresif dan meledak-ledak. Setidaknya seperti itulah sosok Rei yang dikenalnya sejak awal mereka menjadi teman sekamar di asrama sekolah menengah atas empat tahun lalu.
“Bukan seperti itu maksudku. Rei.” Sahut Maya dengan suara bergetar. “Aku…aku hanya tidak ingin membuatmu terluka karena sikapku. Aku masih belum yakin apakah ini benar-benar jalan yang ingin aku tempuh.” Lanjutnya mencoba menjelaskan. Air mata gadis cantik itu nyaris luruh, tapi ditahannya.
Rei sadar sepenuhnya saat mereka memulai hubungan ini bahwa cepat atau lambat Maya akan menyerah. Dia tahu betul Maya tidak secuek dirinya. Akan sulit bagi Maya untuk tinggal di sisinya sementara gadis itu masih memikirkan “Apa kata orang.”.
“Aku tidak akan memaksamu, May. Ini kehidupanmu, kamu yang harus menentukan sendiri jalan yang mau kamu tempuh. Kalau kamu memang mau pergi, pergilah.” Rei tersenyum mencoba menyembunyikan pahit yang dia rasakan. “Aku tidak akan menahanmu lebih lama lagi. Jika aku menahanmu lebih lama, bukan hanya kamu tapi aku juga akan terluka. Aku tidak ingin membebanimu.” Lanjutnya. Maya hanya menunduk, menghindari kontak mata dengan gadis di hadapannya. Seseorang yang telah menemaninya melewati masa-masa sulit selama ini. “Maaf…” ujarnya lirih.
“Kamu tidak perlu minta maaf, ini bukan kesalahanmu.” Kata Rei lembut. Dia menghela napas sebelum akhirnya mengangsurkan sebuah kotak kepada Maya yang masih menyembunyikan wajah di balik geraian rambutnya. “Ini kado terakhir dariku. Selamat ulang tahun May.” Katanya sebelum beranjak dari tempatnya duduk. Sepeninggal Rei, Maya mengambil kotak kado itu dan membukanya. Air matanya luruh seketika saat dilihatnya sneakers limited edition yang sudah diincarnya selama beberapa minggu ini. Diambilnya kartu ucapan yang ada di atas sepatu itu,

Selamat ulang tahun yang ke-21, May.
Mungkin saat ini kamu masih ragu dan takut, tapi aku akan tetap menunggumu. Ada jalan berbeda yang akan kita tempuh nantinya kalau kamu memutuskan untuk tetap bersamaku. Aku ingin kamu memiliki keberanian untuk berlari kepadaku dan jika kamu berjalan, jangan menundukkan kepalamu untuk menghindari tatapan orang lain. Kamu tak perlu mendengarkan apa yang mereka katakan. Aku ingin suatu hari kamu berani melihat pandangan orang lain dan mengatakan bahwa kita jatuh cinta. Suatu hari nanti saat kamu cukup berani, kita akan terbang bersama.
Rei

Sepenggal Cerita #3

Drabble (488 words) | AU | Romance | Fluff | OC CAST : Kim Jonghyun & Choi Reina

Reina duduk sambil mengetuk-ngetukan jari ke meja. Sudah hampir satu jam dia menunggu di sudut remang kafe favoritnya dan orang yang ditunggunya belum juga datang. Iya memang salahnya datang satu jam lebih awal padahal dia tahu benar lelaki itu tidak pernah datang tepat waktu. Cangkir kopi di hadapannya sudah hampir kosong dan dia terlalu malu untuk minta diisi ulang lantaran tadi sudah tiga kali memintanya. Entah kenapa hari ini dia begitu gugup. Tidak biasanya begini. Oh ayolah, ini bukan pertama kalinya dia berkencan. Lelaki yang ditunggunya juga bukan baru-baru ini dikenalnya, mereka sudah berkencan lebih dari dua tahun. Gadis itu menggigiti kukunya, kebiasaan buruknya selalu muncul di saat seperti ini. “Ini menggelikan.” keluhnya pelan. Dengan hati-hati dibukanya tas di pangkuan. Benda mungil itu masih diam dengan manisnya di dalam membuat Reina semakin gugup melihatnya. “Hey Rei!” Panggilan yang sangat familiar itu langsung membuat wajah Reina terasa panas. “Sialan.” rutuk Reina dalam hati. Biasanya dia tidak pernah seperti ini, gara-gara benda mungil itu dia jadi super gugup. “Ini baru jam enam lewat lima puluh lima menit, aku belum telat kan?” ujar lelaki itu setelah duduk tepat di hadapan Reina. Gadis itu hanya mengangguk sebagai jawaban. Jonghyun, nama lelaki itu, menatap lekat gadisnya sebelum memanggil pelayan dan memesan strawberry smoothies sementara Reina memesan mango juice. “Sudah habis berapa cangkir?” tanya Jonghyun sambil menunjuk cangkir kopi yang sudah kembali diisi. “Jangan terlalu banyak minum kopi, kasihan lambungmu.” lanjut lelaki itu yang kemudian menyambar cangkir kopi Reina dan meminumnya. Si gadis mendengus kesal. “Aku kemarin iseng mampir di kafe baru dekat tempat kerjamu, tempatnya asik. Kapan-kapan makan di sana yuk.” “Hemm, oke.” sahut Reina singkat tanpa menatap Jonghyun. Alis Jonghyun terangkat sebelah. Reina tampak sedikit berbeda hari ini, jadi lebih pendiam dan entah kenapa selalu menghindar saat bertemu mata dengannya. “Kamu kenapa sih?” tanyanya kemudian. Reina menatapnya bingung. Belum sempat menjawab, konsentrasinya terganggu dengan datangnya pelayan kafe yang mengantarkan pesanan mereka. Reina menghela nafas untuk menghilangkan gugupnya. “Itu…emm…” terbata Reina mencoba memberi penjelasan. “Kamu jangan ketawa ya, aku lagi ingin serius.” ujarnya lirih. Jonghyun mengangguk dengan kening berkerut, tumben sekali Reina tidak cerewet. Lagi-lagi gadis itu menghela nafas. “Aku mungkin gadis yang ceroboh, kekanakan, dan egois. Tapi aku sedang berproses untuk jadi orang yang lebih baik.” kata Reina tanpa jeda. Jonghyun hanya mengangguk menanggapi dan sesekali menyeruput smoothies-nya. “Dalam proses ini, aku butuh orang yang bisa mendampingi dan menuntunku.” lanjutnya sambil mengeluarkan benda mungil dari tasnya yang sedari tadi membuatnya gugup. Jonghyun terbelalak melihat benda yang disodorkan Reina padanya. Dia semakin terpana melihat sepasang cincin black titanium di dalam kotak mungil itu. “Kim Jonghyun, maukah kamu jadi pendamping hidup Choi Reina yang ceroboh, kekanakan dan egois ini?” akhirnya terucap juga. Wajah Reina merah bukan kepalang, tapi tetap ditegakkannya kepala untuk menatap lelaki di depannya. Senyum Jonghyun terkembang kemudian diacaknya puncak kepala Reina penuh sayang. Reina tahu, ini artinya “Ya.” lamarannya diterima. Dia kemudian tersenyum lebar. “Gadis nakal! Siapa yang mengajarimu melamar laki-laki seperti ini?”

The Taste Of Betrayed

People will never truly understand something until it happens to them. Yeah, that’s true. Now I know the taste of betrayed is. You give everything that you have, trust them like you trust yourself and boom! That people suddenly left you alone and take all the advantages. Without say sorry or thanks, that people go away… Sigh, I don’t know what to say…it’s hurt me so much. It’s hurt my pride!
I never imagine it before that you’ll be betraying me, stabbing me from the back. I tell you everything that I know, I help you a lot, but you stabbing me from the back, you traitor! You didn’t even say thanks or anything but suddenly you left without a word.
We’re going through the hardship together. You said before that we’re gonna walking together till the finish line, but after you got everything from me, you left me. You betrayer, traitor, back stabber! I don’t know why I still believe in you. I trust you but why you betraying me so easily?? Why??

It’s February By The Way…

HAPPY NEW YEAR!!!!! (Telat woy telat!)
Already February eh? Waktu berlari tanpa disadari dan sudah ada di bulan kedua tahun 2014 aja. Mari-mari kita tengok lagi apa yang jadi resolusi tahun 2013 yang udah bisa di laksanakan dan yang belum.
Pertama, PPKA. Sepertinya untuk yang satu ini bisa dibilang selesai sudah tanggung jawab yang harus dilakukan, jadi dianggap sukses ya. Kan dapet nilai A juga.
Kedua, undergraduate thesis. Apa yang bisa dikatakan tentang hal ini ya? Sepertinya 2013 sangat tidak bersahabat dengan hal ini. Ganti dosen 2 kali dan sama sekali tidak ada perubahan signifikan. Ini memang pada dasarnya saya yang terlalu malas dan terlalu tenggelam dalam kebingungan diri sendiri. Jadi untuk yang ini belum terlaksana. Ayo move on dan bangun mood yang baik untuk memulai dari awal lagi!
Ketiga, pernikahan kakak. Bisa dibilang ini salah satu project besar dengan tanggung jawab yang harus dipikul seumur hidup. Dari bulan Juni sudah mulai untuk mempersiapkan segala sesuatu termasuk mencari souvenir dan mencicil membeli peralatan. Kalau ditanya, ‘Apakah melelahkan?’ tentu saja melelahkan, tapi saya bahagia kok. Saya bahagia soalnya akhirnya kakak saya menikah dengan pilihannya sendiri. Dan saya yakin dia bahagia dengan pilihannya. Mbak, selamat ya! Last Forever and have a happy life!
Tahun lalu tiga minggu sebelum pernikahan kakak, keluarga kami juga diuji. Nenek dari pihak ibu meninggal. Awalnya kami tidak pernah berpikiran bahwa simbah akan meninggal secepat itu. Memang sih beliau sudah lama sakit dan sekitar setahun terakhir terkena kanker, tapi siapa sih yang tidak merasa kehilangan waktu ditinggal orang terkasih? Apalagi orang tersebut sosok yang sangat baik dan lembut serta tidak pernah mementingkan dirinya sendiri. Tapi apapun itu, kami percaya bahwa Tuhan sangat menyayangi beliau sehingga Dia memanggilnya pulang. Simbah, I love you. May you rest in peace!
Terakhir, minggu lalu registrasi skripsi untuk yang kelima kalinya. Ahahahahahaha, DAEBAK!!! Pokoknya tahun ini kudu kelar ya Rii! Harus itu!! Atau paling tidak dapet gawe lah biar bisa mandiri secara financial. Hahaha
SELAMAT BULAN FEBRUARI!!!

P.S : Bulan lalu kenalan sama yang namanya SHINHWA lewat Shinhwa Broadcast dan akhirnya jatuh cinta sema mereka. Their musics just fit my taste! Finally I have an oppa group!!!! Yeayy!

Hey 24!

‘This is my December. This is my time of the year!’

Otanjoubi Omedetou!

Otanjoubi Omedetou!

Tahun ini 13 Desember bertepatan dengan hari Jumat. Hari Jumat keramat, sayangnya bukan Jumat Kliwon. Seperti yang sudah-sudah,kali ini 13 Desember bahkan terasa lebih hambar. No friends, no sisters, just me all alone. Sedih sih, tapi aku bisa apa?
‘Age is just number, being young is forever.’ I do agree with that, tapi bukankah kita harus bersikap sesuai dengan umur agar tidak disangka mengidap mental disorder? Oh well, I become a hypocrite. Seringkali aku mengatakan ‘Hey, grow up! Kita bukan anak kecil lagi, jangan kekanakan gitulah.’ kepada beberapa teman yang terkadang masih bersikap kekanakan, tapi aku sendiri masih saja melakukan apa yang disebut orang hal kekanak-kanakan. Pathethic, Yes I am!
Tahun ini umurku 24. Ketika orang lain yang memasuki umur 24 mulai merencanakan pernikahan atau bahkan sudah menikah, aku masih belum beranjak dari duniaku. Dunia yang berhenti tumbuh secara mental di usia 16 tahun. Immature, childish dan labil secara emosional. Dan konyolnya aku nyaman berada di dunia yang tak pernah maju ini. 2013 berlalu dengan penuh kesia-siaan, akankah 2014 aku masih saja seperti ini?

Oh well, Happy birthday to me. 24th just come once in a life, be happy!

Happy 24th!

Happy 24th!

Sepenggal Cerita #2

‘Adit!’ seru Rena sambil berjalan, setengah berlari, menghampiri lelaki yang sedang duduk ditemani laptopnya di salah satu sudut kafetaria kampus.
Lelaki yang bernama Adit itu kemudian mengalihkan tatapannya sejenak ke arah suara yang memanggilnya. Dia kemudian melambaikan tangan meminta Rena untuk bergegas.
‘Maaf telat. Kamu udah lama ya nunggunya?’ tanya Rena setengah berbisik setelah duduk di hadapan Adit.
‘Enggak kok, aku juga baru nyampe. Aku tau banget kamu tuh punya masalah sama yang namanya On-Time.’ Sahut Adit sembari menyodorkan gelas berisi es teh miliknya yang tentu saja langsung diterima Rena dengan senang hati. Dalam sekejap, es teh yang berada di gelas berpindah lebih dari setengahnya ke dalam perut gadis itu.
‘Gelasnya bocor ya Ren?’ ujar Adit dengan nada menyindir. Rena yang memang sudah kebal dengan sindiran sahabatnya hanya terkekeh. Wajah Rena tiba-tiba berubah serius membuat Adit mengernyitkan dahinya bingung.
‘Kamu kenapa sih? Aneh banget tiba-tiba pasang muka serius begitu.’ Adit menyentil pelan dahi Rena. Gadis itu mengaduh dan mengusap dahinya sambil menggerutu bahwa kebiasaan Adit ini bisa membuatnya semakin bodoh.
‘Ada apaan tiba-tiba ngajakin ketemu?’ tanya Adit setelah menghabiskan sisa es teh di gelasnya sebelum kembali diminum Rena. Semburat merah muda tiba-tiba muncul di wajah Rena, merasa wajahnya panas, gadis itu kemudian menangkupkan kedua telapak tangannya ke pipi. Selama bersahabat dengan gadis itu lebih dari tiga tahun, baru kali ini dilihatnya Rena tersipu dan itu benar-benar membuatnya jadi salah tingkah.
‘Yuda ngajakin aku kencan kemarin.’ Ucap Rena lirih. Mendengar nama Yuda disebut membuat ekspresi wajah Adit berubah kaku.
‘Kencan? Sama Yuda? Serius?’ tanya Adit beruntun. Rena hanya mengangguk tanpa melihat wajah Adit. Gadis itu hanya terus menunduk sambil memegangi pipinya yang masih terasa panas. Adit tahu betul beberapa bulan belakangan Rena memang sedang dekat dengan Yuda, salah satu anggota senat mahasiswa yang berada satu divisi dengannya, tapi dia tidak pernah mengira hubungan mereka akan sampai sejauh ini.
‘Kamu pacaran sama Yuda.’ Kata Adit pelan namun tegas. Ya, itu bukan pertanyaan, melainkan pernyataan dan lagi-lagi hanya ditanggapi dengan anggukan dan wajah tersipu oleh Rena. Hati lelaki itu mencelos, bukan ini yang dia ingin tahu saat ini. Bukan ini yang dia inginkan terjadi saat ini.
‘Eh iya, kamu bilang mau ngasih tau aku sesuatu. Ngasih tau apaan sih?’ tanya Rena yang teringat pembicaraan mereka semalam. Adit langsung kikuk dan tergagap menjawab pertanyaan Rena.
‘Oh itu…itu…lupa ah Ren. Besok kalau udah ingat aku SMS kamu aja.’
Rena mengerucutkan bibirnya kesal dan kemudian beranjak dari kursinya.
‘Udah kan berarti gak jadi cerita? Kalau gitu aku pergi dulu. Yuda udah nungguin di ruang senat. See you…’ ujar Rena sebelum berlalu dan meninggalkan Adit yang masih termangu di tempatnya duduk saat ini.
‘Aku selama ini suka sama kamu Ren, tapi kenapa kamu gak bisa melihatnya?’ ucap Adit lirih dan kemudian tersenyum kecut sebelum akhirnya dia berkemas dan pergi meninggalkan kafetaria.

-Aku selalu ada bersamamu, selalu ada didekatmu, tapi mengapa kamu tidak bisa melihat bahwa aku mencintaimu?-

Sepenggal Cerita #1

Dengan mencintaimu aku belajar ikhlas. Ikhlas menerima kenyataan bahwa pada akhirnya bukan aku yang kamu pilih untuk berdiri di sisimu.

‘Aku akan menikah, Di.’ ucap Yoga pelan sambil menatap Diandra yang masih asik mengaduk kopinya. Sontak gadis itu mengangkat wajahnya dan menatap lelaki yang duduk di hadapannya. Terang saja dia terkejut. Topik ini memang dihindarinya beberapa waktu belakangan.
‘Menikah? Kapan?’ sahut Diandra.
Yoga tak mampu menyembunyikan senyumnya melihat keterkejutan di wajah sahabatnya itu.
‘Bulan depan, tanggal 4. Aku dan Wulan sudah sepakat memilih tanggal itu.’ jawab Yoga. Lelaki itu kemudian menyesap kopinya sementara Diandra masih sibuk mencerna kata demi kata yang baru saja didengarnya.
‘Oo..Oh? Selamat kalau begitu.’ ucap Diandra sambil mengulurkan tangan kanannya. Dipaksanya bibirnya untuk tersenyum sementara hatinya teriris. Oh, ayolah. Siapa yang tidak akan patah hati saat mendengar orang yang diam-diam kamu cintai sekian lama pada akhirnya memilih untuk bersama orang lain?
‘Thank you Di. Kamu memang sahabat terbaik yang pernah aku miliki. Kalau bukan karena kamu, mungkin tidak akan pernah ada pernikahan ini.’ sahut Yoga menyambut uluran tangan Diandra.
Gadis itu masih tersenyum menanggapi semua cerita sahabatnya mengenai persiapan pernikahannya. Dia menikmati setiap menit yang dihabiskannya bersama Yoga meskipun pada akhirnya dia harus memendam rasa sakitnya dalam-dalam.
‘Aku suka melihatmu tersenyum, Ga. Karena dengan melihat senyumanmu, aku merasa bahagia meskipun bukan aku alasanmu untuk tersenyum.’